Blitar mendapatkan pengakuan dari Kemendikbud RI atas khasanah budayanya dengan menetapkan Jaranan Tril di Blitar sebagai warisan budaya tak benda (WBTB). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, telah menetapkan Jaranan Tril sebagai jaranan khas dan milik dari Kabupaten Blitar. Dan ini merupakan suatu modal besar bagi Kabupaten Blitar untuk mengangkat industri pariwisata dari sisi budaya, karena Jaranan Tril ini sudah mendapat sertifikat dan menjadi khasnya Kabupaten Blitar. Jaranan tril sebagai warisan budaya tak benda ini menjadi kekuatan baru untuk branding wisata Kabupaten Blitar.
Sejarah Jaranan
Menurut Wikipedia, Seni Jaranan ialah sebuah kesenian yang sudah ada pada jaman sebelum masuknya pengaruh Hindu dan Buddha. Kesenian ini merupakan bentuk Samanisme dalam ajaran animisme, yaitu dengan memasukkan roh leluhur (iyang/hyang) kepada tubuh seseorang untuk mencari berita gaib atau informasi ramalan dari punden leluhur di desanya atau wanua dalam kebudayaan austronesia.
Menurut Kemdikbud RI, pada mulanya Jaranan atau Jaran Kepang bukanlah sebuah seni pertunjukan, bukan pula dinamakan kesenian karena memang zaman dulu belum dikenal istilah kesenian. Jaran Kepang adalah bagian dari ritual menolak bala, mengatasi berbagai musibah, meminta kesuburan pada lahan pertanian, mengharap keberhasilan panen, dan juga supaya masyarakat aman dan tenteram. Pada zaman primitif terdapat kepercayaan bahwa kerusakan lingkungan, wabah penyakit, bencana alam dan sebagainya terjadi karena kekuatan roh nenek moyang. Seiring dengan perjalanan waktu, setiap musibah, bencana atau berbagai masalah dalam kehidupan dihubungkan dengan roh nenek moyang itu disusun menjadi serangkaian cerita yang berkembang menjadi mitos yang diyakini oleh masyarakat. Kemudian dilakukan upacara (ritus) dengan tujuan agar musibah tidak datang lagi. Kejadian yang berlangsung berulangkali kemudian berkembang menjadi berbagai simbol yang digunakan untuk kegiatan ritual.
Perkembangan Jaranan
Jaranan pada masa sekarang ini berada dalam tiga genre berbeda namun dalam satu masa yang sama. Pertama, Jaranan sebagai ritual kesuburan dan menolak balak, yang merupakan ritual Totemisme prasejarah, masih tetap ada di tempat-tempat tertentu meski sudah semakin berkurang frekuensinya. Kedua, Jaranan sebagai pertunjukan rakyat digelar di lapangan terbuka dengan ciri khasnya berupa adegan kesurupan atau ndadi (trance) yang sangat banyak terdapat di berbagai daerah bahkan terus berkembang. Jenis Jaranan sebagai pertunjukan inilah yang diperkirakan muncul sekitar abad 12. Ketiga, Jaranan sebagai tarian lepas yang dipertunjukkan di panggung prosenium tanpa adegan trance dan semata-mata hadir sebagai karya tari yang digarap dengan pendekatan modern
Jaranan Tril
Seperti di kutip dari Detik.com, Budayawan Brang Wetan, Henri Nurcahyo dalam bukunya “Jaranan Tril” mengupas lebih detail kekhasan tarian genre jaranan ini. Jaranan Tril menggambarkan prajurit andalan sekelas panglima. Tril itu bahasa Mblitaran. Sebagaimana Jaranan Jur atau Jaranan Breng, masing-masing kan gak jelas arti harfiahnya. Tapi banyak juga yang mengaitkan gerakan cepat jaranan ini seperti motor tril. Iso lunjak-lunjak, lebih tangkas, lebih trengginas,” ulas Henri. Satu-satunya yang bisa membedakan Jaranan model Kediri atau Tulungagung, imbuhnya, hanyalah Jaranan Tril. Mulai dari rempeg, gerak, seseg irama, ciri khas bentuk jaran atau kuda properti yang ditunggangi penari dan motif tabuhannya. Selain itu Jaranan Tril lebih variatif dan sedikit keras atau tegas dibandingkan jaranan lainnya. Karakter gerakannya sesuai dengan karakter orang Blitar yang tegas.